Masih melanjutkan seri cerita dealing with endo, masih sama dengan tulisan-tulisan sebelumnya, saya pun membuatnya menjadi rangkaian cerita kronologis. Kelak, jika Allah mengizinkan untuk menitipkan anak-anak, dan mereka mebaca tulisan ini, saya hanya berharap bahwa saya (Ibu kalian) sangat menikmati semua sakit ini demi tetap menyelamatkan rahim, tempat dimana kalian pernah tinggal selama 9 bulan didalamnya.
Minggu, 11 Desember 2011
Pukul 16:00, saya sudah standbye di RS Bunda, Menteng. Setelah masuk kamar rawat inap, berganti pakaian pasien, tindakan demi tindakan pun dilakukan. Pertama, yang dilakukan para suster itu adalah memeriksa tensi saya, ya setiap 3-4 jam sekali tensi darah saya dikontrol oleh para suster itu. Alhamdulillah, semua suster amat sangat care dengan saya. Pukul 19:00, saya mulai diambil darah untuk mengecek HB, trombosit dan beberapa tes lainnya serta yang terpenting adalah tes pembekuan darah. Pihak lab datang ke kamar saya, mengambil darah di lengan kiri saya, lalu melakukan tes pembekuan darah dengan menusukkan jarum juga dilengan kiri saya. Selanjutnya saya diberi makan malam full energy, dan untuk melengkapi lauk, saya pun memesan beberapa porsi McD. Saya, Ibu dan Sakti pun berpesta makanan junkfood di kamar Rumah Sakit.
Pukul 21:00, suster mengingatkan saya untuk bersiap-siap puasa pukul 22:00. Dan mulai memberikan beberapa obat-obatan, salah satunya adalah obat pencahar yang membuat saya pup. Ya, perut saya akan dikuras hingga kosong, karena besok ketika dioperasi diharapkan bisa bersih sehingga bisa diisi gas CO2 dengan maksimal.
Pukul 22:00, suster kembali datang ke kamar, mengingatkan mulai puasa dan karena belum pup saya pun diberi minuman sejenis oralit yang rasanya asin luas biasa. Obat pencahar. Tetapi hingga 1 jam kemudian juga tidak pup.
Dengan netbook menyala, pukul 23:15, suster bersama 1 orang dokter kembali lagi datang ke kamar saya, memeriksa tekanan darah, pernafasan dan lain-lain. Dan karena belum pup, saya pun diberi obat yang dimasukkan melalui anus. 10 menit kemudian perut terasa melilit dan langsung menuju kamar mandi. Pukul 01:15, saya kembali diberikan obat melalui anus, kembali melilit dan kembali ke kamar mandi. Tidak bisa tidur. Pukul 02:00, saya memilih untuk sholat, Ibu dan Adik saya sudah tertidur pulas sepertinya. Hanya ada 1 doa yang saya pinta “Lancarkan operasinya ya Rabb, selamatkan Rahiim saya, jangan ada yang terambil, sehatkan kembali”
Senin, 12 Desember 2011
Pukul 04:30, suster datang kembali mengingatkan saya untuk memakai pakaian operasi dan tepat pukul 05:00 bersiap menuju ruangan operasi di lantai 1. Saya, sholat subuh, sholat hajat,merasakan keihklasan tingkat tinggi, tenang sekali rasanya.
Pukul 05:00, dengan pakaian operasi, saya siap menuju ruangan. Suster membawa kursi roda, saya? Menolak. “Ya ampun sus, saya masih sehat buger gini, udah ah jalan aja ke ruangannya”. Sampai di bawah, saya pun dikondisikan. Memakai penutup kepala, dipasang selang infus di tangan kanan, menghabiskan 1 infus khusus dalam waktu 15 menit, lalu lanjut dengan obat-obatan lainnya, yang saya lakukan berzikir sambil berbincang-bincang dengan Ibu dan Sakti. Pukul 06:00, dokter Cepi datang. “pasti ini anaknya dokter Wachyu ya?” “iya, benar kok tau. Mba’Harni yang pernah kerja di PKT RSCM kan? Minggu lalu saya sempat simposium bareng dengan dokter Vina, terus dia bilang kalau kamu mau laparoscopy pagi ini”. “hah? Iyakah? Iya tadi dokter Mutia juga salam buat dokter Wachyu”. Dan kami pun kemudian malah asik mengobrol-ngobrol santai. “Dok, kalau nanti ada apa-apa dengan saya, Adik saya lah yang akan ambil keputusan semuanya, saya sudah pasrahkan dengan dia” kata saya. “Sampai saat ini sih saya sama dokter Wachyu belum ada alternative untuk ambil tindakan apapun, cukup laparoscopy kok, kita sih ga melihat adanya perlengketan, hasil tumor marker juga oke semua, kondisi Mba’Harni juga oke. Jadi mudah-mudahan nanti lancar-lancar ya”. Dan 10 menit kemudian saya pun berjalan dengan membawa infus dan selang-selang menuju ruang operasi. Sampai di ruang operasi ada dokter anastesi yang sudah siap. Cek semua kesiapan saya, dan “Mba’, saya mau memasukkan obat bius total ya, kemungkinan 4 jam mba’ ga akan sadar diri. Kita doa bareng-bareng ya”. Saya, hanya mengucap Bismillahirrahmanirrahiim, Yaa Rahman Ya Rahiim, hamba memasrahkan semuanya kepadaMu” dan setelah itu tidak ada yang saya ingat.
Tiba-tiba saya sadar ada suara Ibu Andam, Ibu saya, Sakti, sayup-sayup sekali. Ada tensimeter yang terus-terusan bergerak di lengan kiri saya, lengan kanan saya entah ada apa saja, ada selang oksigen di hidung saya, dan badan saya diselimuti aluminium penghangat. Ya Rahman Ya Rahiim, Alhamdulillah. Operasinya sudah selesai, tetapi bagaimana dengan rahim saya?. Sayang saya belum bisa bicara, kesadaran saya juga sepertinya belum pulih. Saya kembali tertidur.
Pukul 12:20, saya kembali bangun, sudah sedikit sadar, bertanya jam kepada suster, dan keberadaan keluarga saya. Ternyata saya masih di ruang pemulihan, “Rahim saya gimana sus?, saya sudah merasa hangat, boleh selimut listriknya dilepas? Sudah mulai gerah. Selang dihidung saya boleh di copot?” saya merasa tidak nyaman, semuanya. Pukul 13:00, permintaan saya dikabulkan, tensi dicopot, selimut listrik dilepas, selang oksigen yang dihidung juga dicopot dan bersiap pindah ke ruang rawat. Dan tepat pukul 13:40, saya masuk ke ruang rawat inap.
Ada bunga, paket buah, Ibu, Sakti, Ajib (teman Sakti di Indonesia Mengajar yang juga sudah saya anggap sebagai adik sendiri). Dan Alhamdulillah ya Rabb, Rahim saya utuh, selamat. Ada dvd dan foto-foto sepanjang operasi. Dan 3 benda asing itu sudah keluar semua. Saya tidak berhenti bersyukur.
Pukul 15:30, Kadiv, Kagrup, Ka unit dan teman-teman Corsec datang menjenguk. Setengah sadar, saya pun mencoba menyambut mereka. Kedatangan mereka benar-benar berarti untuk saya.
Pukul 16:00, saya sholat dalam kondisi tidur. Menangis, mengucap syukur. Ajib membacakan surat Ar Rahman di samping saya. “Fabbiayyi alaa irabbikuma tukadziban”
Setelah magrib, ada beberapa teman dan para kru PKT yang datang silih berganti. Saya merahasiakan dari banyak orang, jadi hanya orang-orang tertentu saja yang tau kondisi saya. Selebihnya, saya menikmati nyeri di seluruh badan, haus, lapar, perut kaku. Beberapa kali dokter datang, memeriksa kondisi saya, dan karena usus saya yang masih lemah, saya harus tetap berpuasa hingga pukul 22:00.
Selasa, 13 Desember 2011
Setelah sholat subuh, saya memilih membaca Al Quran, dilanjutkan sarapan bubur sumsum dan minum susu. Tidak lama, dokter Cepi datang mengontrol keadaan saya. Semuanya dalam kondisi baik. 1 jam kemudian 2 orang suster datang, mereka memandikan saya, risih sekali. Saya benar-benar merasa kecil sekali di mata Allah, dalam kondisi seperti ini saya benar-benar bergantung pada bantuan orang lain.
Kateter dan infus masih terpasang, saya memilih untuk tidur saja. Entah kenapa badan serasa pegel semua. Siang hingga sore teman-teman saya dan ibu saya pun datang silih berganti. Banyak yang bersimpati. Itupun sebenarnya banyak yang tidak tahu, termasuk Mbah putri saya di rumah, beliau taunya kami ber3 pergi jalan-jalan ke Bandung. Banyak telepon, sms, bbm yang masuk menanyakan kerjaan, transfer, billing, tugas kuliah, jadwal ujian, alamat email dosen dan lain-lain. Saya jawab satu persatu dengan tangan masih terinfus. Mereka tidak tahu.
Selasa malam, saya sudah bisa duduk, Sholat dengan duduk, menikmati kamar ber3 dengan Ibu dan Sakti. Target saya adalah besok pagi sudah bisa sholat dengan normal.
Rabu, 14 Desember 2011
Saya sholat subuh ,masih dengan duduk, perut masih terasa nyeri. Dokter Cepi kembali datang, dan ternyata dia satu angkatan di FK UI dengan mas Gatot (sepupu saya). Siang ini saya boleh pulang. Dan diberi surat istirahat selama 10 hari pasca kepulangan dari RS. Kateter dan infus sudah dicabut. Sakti mengurus semua administrasi, yang ternyata hanya cukup memberikan kartu asuransi saya saja. Tidak kurang dari Rp. 31.000.000, 3 hari di RS, laparoscopy dan bekal obat-obatan selama 1 minggu. Alhamdullillah ya Allah, saya diberi penyakit endometriosis tidak pernah merasakan sakit dan operasi tanpa mengeluarkan biaya.
Tidak lebih dari 5 jam saya menikmati kamar sederhana ini, pukul 13:00 tadi saya sudah pulang dari RS Bunda. Dengan jalan tertatih dan ketidaknyamanan lainnya, mulai saat ini saya memilih menikmati semuanya, ya semuanya. Berharap selama 10 hari kedepan, menjadi kepompong, dan bersiap menjelma sebagai kupu-kupu, sederhana, cantik.
Setelah sholat magrib, saya turun ke bawah, dan tak lama kemudian puluhan orang secara bergantian keluar masuk rumah saya yang sempit, menjenguk saya, para tetangga,dan beberapa saudara dekat datang, semua ingin melihat kondisi saya. Dan pertanyaan pertama “operasi apa? Kok ga bilang-bilang sih, masuk RS diem-diem aja”, pertanyaan kedua “sakit apa? Perasaan sehat-sehat aja”, pertanyaan ketiga “kista? Kok bisa? Perasaan ga pernah ada keluhan”. Dan saya pun konferensi pers. Sambil membuka laptop saya menunjukkan rekaman video untuk mereka. Lingkungan perkampungan, dipenuhi dengan tetangga yang polos, berkekeluargaan menjadikan malam itu berarti sekali untuk saya.
Kamis, 15 Desember 2011
Mulai menjadi beruang madu. Tidur, bangun, makan, tidur lagi. Ibu sangat memanjakan saya. Letak kamar saya diatas, membuat saya beberapa kali harus naik turun tangga, tertatih. Sepanjang hari, masih ada saja yang datang ke rumah menjenguk saya. Lagi. Hari ini saya mau belajar jalan, belajar seperti orang normal. Besok malam saya mau ikut kuliah, menginap di kosan dan sabtu full kuliah dan ujian sampai malam.
Jumat, 16 Desember 2011
“Ni, sorry, sorry tadi gw lagi ada pasien control, niy masih di MMC, kenapa?” celoteh Mba’Vina. “Iya Mba’, ini aku kok tiba-tiba bleeding ya?, kalau kemarin cuma ngeflek kan memang karena bekas operasi, ini bleedingnya banyak seperti haid, jadwal haid ku kan masih 1 minggu lagi”. “Mmm banyak ya? Iya gapapa, itu wajar, mungkin haid lo memang jadi maju, stress kali lo, maju 1 minggu normal kok. Tapi wanti-wanti sehari ga boleh ganti pembalut lebih dari 8 kali. Kalau sudah 7 atau 8 kali ganti, lo telp gw lagi, atau cepi.” “oo gtu mba’?”. “iya, hormon lo kan ga stabil, nanti akan begitu terus, sampai lo disuntik tapros 2 kali, di bulan ketiga bener-bener ga haid, dan ya bulan ke empat atau lima Insya Allah sudah normal lagi. Nah berarti bulan Mei lo hamil aja. Biar menyempurnakan penyembuhan si endo”. “ah mba’ Vin, beneran gapapa niy?”. Ya , tiba-tiba saya bleeding. Masih kurang yakin, saya bbm-an dengan dokter Mutia. Dan saya pun mendapat jawaban serupa. “ga usah pecicilan dulu makanya” pesannya.
Dan saya pun membatalkan niat untuk ke kampus malam ini. Besok pagi saja, mengikuti 2 kuliah, tetapi tidak absen, dan memilih untuk tidak ikut ujian di sorenya. Saya merasa belum siap.
Sabtu, 17 Desember 2011
Saya menuju kampus, bersemangat sekali, sudah bisa jalan, walau pelan. Dengan taksi menuju ke kampus dan ada 2 kurcaci kecil, Ayu dan Tiwi standbye di depan kampus, membantu membawa tas-tas saya. Pelan, dengan nyeri, mengingat mulai siang nanti saya sudah tidak minum obat anti nyeri, saya sampai kelas dan sudah duduk manis disamping ketua kelas. Siap mendengarkan kuliah.
Pukul 15:30, saya pulang, teman-teman yang lain bersiap untuk ujian statistic. Sebenarnya saya sudah bisa, tapi entah belum yakin. Jadi memilih untuk susulan saja. Dan bleeding pun sudah mulai berhenti.
Senin, 19 Desember 2011
Bwueetteeee. Kebiasaan pecicilan, membuat saya jenuh sekali di rumah. Menghabiskan majalah-majalah selama 3 bulan yang tidak pernah terbaca, menonton dvd, tidur.ya begitu saja. Saya seperti beruang dengan mata onde-onde.
Untungnya, setelah buka puasa, akhirnya ada yang baik hati menculik saya, pergi ke Blitz Bekasi Cyber Park, menonton dan makan sepuasnya. Wuaaa, finally menghirup udara luar juga. Hampir pukul 00.00, saya sampai di rumah. Terima kasih banyak telah menculik saya!, maaf makannya banyak.
Rabu, 21 Desember 2011
Searching, baca buku, tidur, makan, searching lagi, bbm, ngerjain paper, tidur lagi. Yup! Saya memutuskan untuk masuk ke kantor besok, Kamis, 22 Desember 2011. Ga betah. Masuk 5 hari lebih awal dari jadwal semula. Sekalian harus control jahitan di RS Bunda, kamis sorenya.
Selanjutnya, mari menikmati menopause dini. Suntik tapros 3 kali dengan harga jutaan, tidak haid selama 4 bulan. Menikmati hotflush, pegel-pegel, nyeri pada persendian, emosi yang tidak stabil, bisa beribadah full, puasa dan yaaa Enjoy!