Ada mangga dimana-mana. Yup, sudah lebih dari sebulan ini saya melihat buah mangga, banyak, melimpah, di stasiun, terminal, swalayan termasuk kulkas rumah saya. Buah tropi dengan bentuk unik ini memang datang di setiap penghujung tahun. Melimpah ruah. Panen berbarengan membuat petani harus berpuas diri menjual buahnya sesuai dengan harga di pasar. Para petani mangga tersebut tidak memiliki power untuk menentukan harga di pasar, persaingan sempurna, dan profit margin yang didapat pun kecil, itu kenapa banyak sekali pengusaha menuju ke arah kanan, menuju monopoly, menjauhi pasar pesaingan sempurna, seperti yang dijelaskan Ibu Sri Ardiningsih, di salah satu pertemuan kuliahnya.
Tetapi bukan teori ekonomi yang ingin saya ceritakan disini, sama sekali bukan, yang ingin saya ceritakan adalah saya, Sakti dan bapak merupakan pecinta mangga sejati. Apapun jenisnya, mulai dari harum manis, manalagi, gedong, indramayu sampai mangga golek yang belakangan varietasnya menjadi sedikit langka.
Jujur, walaupun pecinta mangga, saya termasuk orang yang malas mengupas mangga, saya lebih memilih memakan mangga dengan memotong langsung, membelahnya menjadi beberapa bagian hingga membentuk seperti bunga, dan hap! Masuk ke mulut dengan menyisakan kulitnya. Bapak? Sangat pintar sekali mengupas mangga, Beliau selalu memamerkan kemampuannya mengupas mangga kepada saya dan Sakti, mengupas mangga dari satu sisi ke sisi lain, dengan kulit yang terus menyambung tanpa putus. Tak jarang ketika mangga yang dikupas besar, kulitnya pun jika diurai sangat panjang. Saya dan Sakti, cukup puas menjadi pemandu sorak menyemangati Bapak mengupas mangga tanpa kulit terputus.
Setelah itu, mangga-mangga di potong, di taruh di piring besar, dan Hap! Kami berebutan makan. Satu persatu masuk, dan tak jarang kami bisa menghabiskan 3-4 mangga sekaligus.
Mala mini, ada beberapa mangga di kulkas, sudah mulai kisut, keriput, sudah lama teronggok didalam sepertinya. Saya, sering kali enggan mengupasnya, Ibu yang belakangan akhirnya sering menwarkan dan mengupaskannya untuk saya. Sakti? Mmm di Limboro ada mangga ga ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar