Minggu, 24 Juli 2011

Empati, Altruisme dan Egoisme

Helping relationship merupakan suatu usaha menolong orang lain untuk dapat meningkatkan kesejahteraan dirinya dan lingkungannya, dengan meningkatkan personal well being individu. Helping relationship merupakan dasar hubungan antara Pekerja Sosial dan klien, baik klien individu, kelompok, komunitas atau masyarakat. Profesi Pekerja social secara professional sendiri dimulai sejak abad 19. Pada abad 19, pekerja social berfikir bahwa dirinya sebagai friendly visitor, yaitu teman untuk oprang miskin tetapi hanya dalam loncatan social, moral dan superior intlektual mereka. Sedangkan saat ini, Pekerja social lebih condong untuk berfikir bahwa diri kita sebagai ahli, dengan teknik dan metode yang membuat kita dapat menolong orang lain dan menghormati nilai mereka. Dalam menjalankan peran Helping Relationship, setidaknya seorang Pekerja Sosial dipengaruhi oleh ketiga sifat, yaitu Empati, Altruisme dan egoisme. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut dari masing-masing konsep serta keterkaitan antara ketiga konsep tersebut dengan Helping Re;ationship yang dijalankan terutama oleh Pekerja Sosial.
1. Empati
            Empati merupakan suatu kata yang berasal dari bahasa Yunani kuno, terdiri dari dua suku kata, em dan pathos, em berarti didalam atau ledalam dan pathos yang berarti perasaan (Barret-Lennard, 1981; Pearson, 1983). Sehingga secara harfiah empati dapat diartikan sebagai mendalami atau menyelami perasaan orang lain. Penggunaan konsep empati sendiri, pertama kali digunakan oleh Adler, Adler (1931 dalam Barret-Lennard, 1981) mengatakan bahwa empati adalah “To see with eyes with another, to hear with the ears of another, (and) to feel with the herath of another”. Sedangkan Pearson (1983) mendefinisikan empati sebagai “…the process of detecting and identifying the immediate affective state of another and responding in an appropriate manner.” Dari definisi tersebut, Pearson menjelaskan bahwa dalam empati ada suatu proses untuk memahami orang lain dengan mengidentifikasi perasaannya. Sehingga, esensi dari konsep empati adalah pemahaman(understanding), yaitu bahwa empati merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh konselor untuk memahami kliennya (Patterson, 1979). Definisi lain, mengenai empati, dikemukakan oleh Rogers (1975) secara lebih terperinci. Menurut Rogers Empati memiliki pengertian: “It means entering the private perceptual world of the other and becoming thoroughly a home in it. It involves being sensitive, moment to moment, to changing felt meanings which flow in this other person, to the fear or rage or tenderness or confusion or whatever, that he.she is experiencing. It means temporarily living in his/her life, moving about in it delicately without making judgements, sensing the meaning of which he/she is scarcely aware, but not trying to uncover feelings of which the persons is totally unaware, since this would be threatening. It includes communicating yaour sensing of his/her world as you look with fresh and unfrightened eyes element of which the individual is fearful.” Dari definisi-definisi yang telah diungkapkan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa empati adalah suatu proses dimana seseorang sevara aktif berusaha untuk memahami keseluruhan perasaan, pikiran dan cara pandang orang lain terhadap diri sendiri dan dunia sekitarnya. Empati sendiri dapat dibedkan menjadi dua jenis yaitu empati afektif dan empati kognitif. Empati afektif merupakan respon emosional terhadap situasi seseorang. Sedangkan empati konitif merupakan kemampuan untuk mengerti pikiran orang lain dan mengambil perspektif orang lain (Davis dalam Schroeder, 1995). 
2. Altruisme
            Konsep altruisme sangat dekat dengan konsep prososial dan menolong. Prososial berarti perilaku yang menguntungkan orang lain dan mempunyai konsekuensi social yang positif (Staub, Wispe dalam Deaux dkk, 1990). Sedangkan perilaku menolong atau helping adalah aksi yang memiliki konsekuensi memberikan keuntungan dan peningkatan kesejahteraan orang lain (Schroeder,1995). Dan altruisme sendiri memiliki pengertian sebagai pertolongan yang diberikan seseorang kepada orang lain tanpa mengharapkan rewards dari sumber-sumber luar (Macaulay dan Berkowitz). Definisi senada juga diberikan dalam Webster’s New World Dictionary, altruisme, sebagai kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa mementingkan diri sendiri. Severy menambahkan, bahwa esensi dari altruisme adalah motivasi untuk menolong yang didasari oleh penyebab sederhana, yaitu karena seseorang individu melihat bahwa orang lain membutuhkan pertolongan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa altruisme adalah sebuah perilaku spesifik yang bertujuan untuk menolong atau memberikan rasa aman kepada orang lain yang membutuhkan, tanpa mengharapkan pamrih atau imbalan apapun.
3. Egoisme
Egoisme sendiri muncul dimulai dari revolusi Perancis, dimana kebebasan seseorang menjadi suatu hal yang bernilai. Ditambah munculnya kelompok moderat yang memiliki egoisme tinggi. Batson, berpendapat bahwa ada dua sifat egois manusia terkait dan menjadi dasar alasan untuk menolong sesama. Pertama, dari segi pembelajaran social dan reinforcement, yaitu adanya pencarian reward dan ada motiv tersendiri dalam tindakan menolong. Sedangkan yang kedua, dari segi pmuasan diri sendiri, yaitu seorang Pekerja social merasa tertantang apabila melihat seorang klien yang memiliki masalah. Sehinga timbul keinginan yang kuat dari dirinya untuk menolong klien tersebut sekaligus sebagai pembuktian kepada diri sendiri. Positifnya adalah bila egoisme itu mendorong seseorang untuk membantu orang lain. Sedangkan negatifnya, egoisme mendorong seseorang untuk memenuhi segala kebutuhan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Negatif inilah yang harus dihindari dalam helping relationship.


Dari ketiga konsep tersebut, dapat dilihat bahwa ketiganya berpengaruh dan menjadi dasar dalam Helping Relationship. Altruistik sendiri dapat menimbulkan atau bisa meningkatkan Helping Behavior dalam diri seseorang, begitu pula dengan empati, dengan empati kita dapat berfikir bagaimana kalau sesuatu itu (masalah yang terjadi pada orang lain) terjadi sama aku. Empati juga sangat berkaitan dengan altruisme. Hal ini dikarenakan oleh 3 hal yaitu: pertama, ada hubungan yang sangat substansial dan penting antara kemampuan untk merasakan empati dan keinginan untuk terlibat dalam perilaku prososial. Kedua, ada bagian spesifik pada otak manusia yang memberikan kemampuan pada manusia secara fisiologis dan neurologis untuk berempati dengan orang lain. Ketiga, empati merupakan reaksi pada manusia yang dapat diobservasi sejak usia dini.
            Sehingga dapat dilihat antara altruisme dan empati memiliki factor yang saling mendorong satu sama lain. Sedangkan dengan egoisme, harus dapat dilihat terlebih dahuliu seperti yang dikemukakan oleh Batson, apabila egoisme bersifat positif maka akan mendorong terciptanya helping behavior dan sebaliknya bila negatif,maka seseorang lebih terdorong untuk memenuhi egonya sendiri. Selain itu, dengan egoisme kita dapat melihat motif dibalik seseorang menolong. Karena egoisme, menilai bahwa motif seseorang menolong lebih kepada untuk kepentingan diri sendiri seperti mendapat reward atau untuk membuktikan diri sendiri sehingga terpenuhinya kepuasan padadirinya sendiri. Hal ini tentunya berbeda dengan empati dan altruisme, seperti yang sudah dijelaska sebelumnya, kedua konsep tersebut sama-sama melihat ingin menolong orang lain dengan merasakan apa yang dirasakanorang lain tanpa menuntut imbalan atau balasan.
              



Tidak ada komentar:

Posting Komentar