Minggu, 24 Juli 2011

Ketika uang dan jerih payah tidak bernilai

Seberapa banyak uang yang ada di dompet anda sekarang? Seberapa banyak tabungan yang anda punya? Asset yang anda miliki? Pernahkah anda merasa semua itu tidak berguna dan bernilai? Jika belum, ada sedikit cerita dari saya. 

Tepatnya 2 tahun yang lalu, bulan Juli 2009, SK pengangkatan sebagai pegawai tetap di salah satu BUMN pun datang, setelah 3 bulan berstatus sebagai probation. Saat itu, saya juga masih tercatat sebagai salah satu councellor di Pusat Krisis Terpadu RSCM, asisten peneliti  serta menjual jasa private untuk 5 orang anak. Praktis, waktu saya pun habis dari satu kerjaan ke kerjaan lainnya. Pundi-pundi pun mulai terkumpul. Tapi yang terjadi adalah, saya membenci uang-uang yang saya punya. Benci. Hingga beberapa kali saya pernah menyebar dan membuang uang-uang itu. Walaupun akhirnya diambil kembali.

Benci, karena orang yang paling berjasa bagi saya tidak bisa menikmati semuanya. Ya, semuanya. Dulu, untuk makan bebek atau sekedar sate, saya harus menunggu amplopan di awal bulan, beli dengan perhitungan matang (berapa porsi dan tusuk, karena harus dikalkulasikan dengan uang yang ada di amplop), betapa inginnya bapak untuk mencicipi pulang kampung dengan kereta argo, hanya sebatas kereta argo, tidak pesawat. Sekarang, sekarang saya bisa membelikan semuanya, membelikan semua yang beliau mau. Semuanya. Bapak mau makan dimana? Mau beli apa? Minta aja sama anakmu Pak.

Yang terjadi, sudah tidak bisa. Karena beliau hanya membutuhkan doa dari anaknya. Frustasi. Sempat dirasakan. Tetapi life must go on. Bapak masih punya 4 orang kakak, 2 orang adik, 1 orang tua, belasan keponakan dan puluhan sahabat. Membahagiakan mereka tentu sama halnya dengan membahagiakan bapak. Masih ada Ibu, adik dan orang-orang yang saya sayangi. So, La Tahzan.

Berbagi kepada mereka, kepada nenek-nenek (bapak pecinta nenek-nenek), kepada anak-anak dan sebanyak mungkin orang diluar sana, akan menjadi amal jariyah bapak. Jadi, ya jangan dibuang lah uangnya. Susah kan nyarinya.

Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar