Belut. Binatang melata, bentuknya seperti ular, memiliki kulit yang licin dan berpotrein tinggi. Tak banyak dari kita yang doyan memakan binatang ini. Termasuk saya. Geli. Terbayang binatang melata yang jelek itu masuk ke perut dan bergerak kesana-sini di dalam perut. Berbeda dengan bapak. Bapak sangat suka sekali belut. Binatang melata itu dibuat mangut. Mungkin kita lebih mengenal mangut lele. Tapi, bapak sangat pecinta mangut belut. Buatan istri tercinta. Racikan tangan ajaib si Ibu, diramu cinta dan kerjasama yang luar biasa antara keduanya, membuat mangut belut menjadi top list menu Bapak.
Biasanya, bapak membeli belut dipasar pagi-pagi sendirian. Sampai di rumah, belut-belut itu di bunuh (terdengar sadis memang) dan dibersihkan. Dan kerjasama pun dimulai. Bapak dengan panggangan istimewa yang ia buatnya sendiri, mulai memanasi arang, membakar belut-belut itu. Semangat dan bergembira sekali. Bapak pun asik membakar belut-belutnya. Ibu, mulai meracik bumbu. Jangan tanyakan saya, apa saja bumbu mangut, bagaimana dengan komposisinya dan tahapan masaknya. Yang saya tahu, Ibu sibuk mengulek bumbu, memotongi cabe dan tomat sayur. Sesaat kemudian bumbu yang sudah diulek di oseng hingga harum dan dimasukkan santan. Ketika hampir mendidih, belut-belut yang sudah dibakar itu dimasukkan kedalam santan dan dimasak hingga ‘nyemek-nyemek’. Dan dalam waktu sehari bapak akan bolak-balik mengambil nasi plus mangut belut. Dihabiskan hingga kuahnya pun tidak tersisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar