Senin, 27 Februari 2012

Udin Petot

Apa yang terjadi di benak teman-teman jika saya mengutarakan pertanyaan “Bagaimana dengan wajah transportasi krl atau mungkin lebih dispesifikasi dengan commuter?”. Riweh, padet, sumpek, terkesan tidak manusiawi ketika di jam pergi dan pulang kantor, dan yang terjadi pasti sekelompok kata sejenis lainnya, bernuansa negative, yang akan keluar di benak kita. Mmm bukan menggerutu, tapi itulah faktanya.
Namun, ditulisan ini saya memilih untuk tidak membicarakan bagaimana busuknya transportasi massal kita, mengangan-angan dan membandingkan dengan transportasi di Hongkong misalnya atau cemooh dan sumpah serapah kepada para pemegang amanah. Saya lebih memilih untuk menceritakan si “Udin Petot”  ya Udin Petot. Tertapi sebelum cerita ke Udin petot, saya lebih memilih untuk menulis prolog berikut. 

System commuter yang baru mengharuskan saya untuk berjuang lebih mencapai kantor. Pukul 07:14 commuter berangkat dari stasiun Pondok Kopi  menuju Manggarai. Sampai di Manggarai, saya harus berganti kereta menuju Sudirman. Sekitar pukul 07:40-07:50. Kereta menuju Sudirman ini biasanya amat sangat padat. Butuh perjuangan untuk bisa masuk ke kereta ini. Saling mendorong, memadatkan diri, mengempeskan perut, diam, tidak bisa bergerak, berdiri secara normal pun bisa dibilang sulit. Untuk berpegangan? Tidak mungkin sepertinya. Cukup memercayakan orang-orang di sekeliling kita berdiri saja untuk menahan badan kita. Keintiman secara fisik benar-benar terjadi disini. Layaknya ikan teri pepes, menempel satu sama lain. Kurang dari 30 detik menuju stasiun Sudirman ada sesuatu yang menarik dan unik. Ya udin Petot. 

Dari ruang masinis, ada seseorang yang dengan nada ceria dan komedi berkata “teng tong teng tong teng tong teng tong, perhatian-perhatian, sebentar lagi kereta anda sampai di staisun Sudirman, bagi para penumpang yang akan turun di stasiun Sudirman harap menyiapkan diri, jangan lupa tas anda, koran anda, payung anda, laptop anda, kardus anda, kantong kresek anda, pastikan tidak tertinggal di kereta ini. Untuk para penumpang yang tidak turun beri kesempatan untuk yang turun terlebih dahulu. Ya, Pak Ujang, minggir sedikit pak, kardusnya Ibu Entin jangan dibawa Pak, punya Ibu Entin itu yang coklat, yang item punya Bu Kokom. Bu Jum geser Bu, terus aga kedepan, geser dikit lagi ya dikit lagi, ke kanan Bu, ya, bagus, ya cukup disitu Bu, tunggu ya Bu, nanti pintunya kebuka sendiri, ga usah dibuka.” Dan sesampai di stasiun Sudirman “ya, stasiun Sudirman, terima kasih dan Gutlaks, Udin Petot” 

Ya itulah si Udin Petot, ditengah kepadetan dan ketidaknyamanan, dia berusaha untuk menghibur. Setidaknya menurut saya. Setiap kali mendengar suaranya,  secara otomatis bibir saya tersenyum, melupakan kepadetan dan ketidaknyamanan yang saya alami.  Walau sering kali si Udin Petot berbicara ngawur, tapi ya itulah dia. Berusaha untuk menghibur dan berhasil menghibur. Setidaknya untuk saya. Siapapun anda di balik si Udin Petot, I appreciate it.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar