66 tahun yang lalu, founding fathers kita, Soekarno Hatta beserta beberapa tokoh golongan tua yang lain “diculik” ke rengasdengklok oleh para golongan muda akibat kebuntuan negosiasi mengenai status RI dan cita-cita kemerdekaan. Dan saya pun selalu mengenang detik-detik proklamasi itu setiap tahunnya, dapat dengan mudah menceritakan waktu demi waktu hingga hari Jumat, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi Soekarno Hatta membacakan teks proklamasi atau mengurai cerita lebih jauh peristiwa-peristiwa yang terjadi pasca kemerdekaan yang justru ternyata jauh lebih berat dan tetap tidak sepi konflik. Tapi sepertinya saya tidak akan menceritaknnya disini. Karena saya tidak ingin menulis buku atau rangkuman sejarah. Banyak yang jauh lebih pandai dan hebat dari saya.
Yang ingin saya ceritakan disini, bahwa tanggal 16 Agustus 2011 menjadi hari yang cukup special untuk saya, Ibu, Sakti dan Alm. Bapak (sampai kapanpun saya akan selalu meyertakan beliau, hanya raga yang terpisahkan tetapi tidak dengan hati kami). Tanggal 16 Agustus, Sakti, pulang ke rumah setelah 9 bulan lebih mengabdikan dirinya untuk desa terpencil diujung Majene. Dia dapat jatah libur hari Raya dan mengambil semua cutinya untuk pulang ke rumah. Ibu, sudah sangat sibuk sejak seminggu sebelum Sakti pulang. Membereskan kamar tidurnya, membuat jadwal menu makanan selama Sakti libur di Jakarta. Rumah bersemarak. Dia berangkat dari Desa Limboro tanggal 15 Agustus dan akan tiba di Jakarta tanggal 16 Agustus sore.
Tanggal 16 Agustus 2011, juga merupakan tanggal pengumuman final diterima atau tidaknya saya sebagai mahasiswa program Magister Manajemen UGM. Sedikit bercerita mundur, ya, sejak Mei 2011 saya melakukan research (kecil-kecilan) mengenai batu yang mana yang akan menjadi lompatan pijakan akademis saya. UI minded, membuat saya terpaku memilih beberapa konsentrasi yang saya inginkan disana, mulai dari Magister Manajemen UI, Magister Kesehatan Masyarakat, dan mendapat tawaran untuk ikut bergabung di Magister CSR dan Kemiskinan (saya sempat menjadi dosen tamu di program tersebut). Saya membuat matriks plus minus dari ketiganya, namun sayang, UI hanya mengadakan kelas di waktu weekdays. Sedikit sulit bagi saya, mengingat ritme kerja yang sering keluar kota dan kebijakan perusahaan yang tidak mengizinkan untuk kuliah dalam jam kantor. UI pun saya delete termasuk tawaran untuk belajar di Magister CSR dan kemiskinan. Untuk Universitas swasta, mmmm pasti tidak didizinkan Ibu saya, karena beliau hanya kenal ya kalau kuliah di universitas negeri seperti UI atau UGM. Jadilah saya melakukan research di UGM. Singkat kata saya memilih program Magister Manajemen dengan konsentrasi Manajemen Strategik. Dari hasil research terlihat UGM merupakan business school terbaik dan terbesar di Indonesia, satu-satunya business school di Indonesia yang berbasis mainstreaming ethic, gelar MBA, jaringan international, dan tahun 2013 nanti akan mendapat gelar international. Dan jadilah saya mendaftar di UGM, merogoh tabungan untuk membayar uang pendaftaran sebesar Rp. 700.000, saya pun terpecut untuk dapat lulus dari setiap tahapan tes.
Tanggal 16 Agustus, saya dinyatakan lulus, top ten nilai terbaik, baik dari tes TPA, TOEFL dan Interview test, melesat jauh dari nilai rata-rata yang mereka standarkan. Alhamdulillah. Sebenarnya, ketika tahap interview saya sempat ingin memundurkan diri dari tes. Karena setelah berfikir masak-masak, ternyata program beasiswa perusahaan yang menggunakan system reimbursement memberatkan saya. Saya harus membayar semua uang yang dibutuhkan selama kuliah per semester, dan jika IPK diatas 3, saya baru dapat melakukan reimbursmet ke kantor, jika dibawah 3, maka dengan sangat menyesal tidak akan direimburs.
Dengan notaben saya yang selalu tidak pernah mengeluarkan biaya selama kuliah S1 (hidup dari 1 beasiswa ke beasiswa yang lain), ditambah dengan biaya kuliah MM yang hampir sama dengan harga 1 mobil, melirik tabungan, memikirkan jika saya tidak bisa memenuhi IPK sebesar 3, belum lagi buku-buku kuliah dengan harga minimal setengah juta per buku, mengorbankan waktu weekend untuk mengutat pelajaran, ritme tidur yang pasti akan berkurang, membuat saya ingin mundur dari test terakhir (test interview). Tapi keputusan saya ditentang habis oleh orang-orang terdekat saya.
Allah tidak tidur. Ketika Dia telah memutuskan A atau B maka Dia pulalah yang telah menyediakan semuanya. Kesimpulan yang saya ambil dari mereka. Saya pun membulatkan tekad, jika memang Allah memberikan kepercayaan saya untuk lulus dari test masuk ini, maka Allah pun telah menyediakan jalan bagi saya, tinggal saya lah yang harus melewati jalan itu, jalan yang mungkin tidak mulus dan lurus. Jalan untuk mencapai tujuan salah satu tujuan ingin mengangkat derajat keluarga saya, membawa keluarga ini ke kehidupan yang lebih layak, bermartabat dan bermanfaat ke sebanyak-banyaknya umat.
Dan tanggal 16 Agustus 2011, Allah menjawab “Saya sudah menyiapkan jalan untuk kamu, maka berjuanglah”. Saya, tidak boleh ragu, maju terus walau yakin ini akan merubah semuanya, merubah ritme hidup mulai dari kebiasaan, hubungan dengan orang-orang terdekat termasuk cashflow keuangan saya.
Pukul 15:30, sepulang kantor, saya langsung menjemput Sakti di bandara, menyiapkan AW dan beberapa makanan kesukaan dia karena pasti kita berbuka puasa di mobil. Dan sepanjang jalan selama 2 jam lebih kami terus mengukir cerita tanpa henti. Ibu menunggu di rumah. Menunggu kedua putrinya, ingin mengukir cerita bersama, cerita terbaik yang meninggalkan jejak baik hingga nanti ber-ending baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar