Senin, 21 November 2011

Mbah Kung

Terakhir kali saya bertemu Mbah Kung adalah bulan Mei tahun 2011, lebaran tahun ini saya, Ibu dan Sakti memang tidak berencana untuk pulang ke kampung. Selain baru saja pulang di bulan Mei, lebaran tahun 2011 ini, Sakti pulang ke Jakarta, berlibur. Saya pun menelpon Mbah Kung meminta izin untuk absen dulu di lebaran tahun ini. Dan berharap bisa berkumpul di lebaran tahun depan. Tetapi ternyata tidak. Uraian kata berikut akan menceritakan kehebatan dan kelucuan dari Mbah Kung (Ayah dari Bapak), setidaknya anak-anak saya kelak nantinya bsa sedikit mengenal Mbah Kung melalui uraian singkat ini.

Mbah Kung merupakan seorang petani, punya sawah yang cukup luas. Beliau menghabiskan umur hidupnya sebagai petani. Dari menjual padilah, Mbah Kung menghidupi sitri dan 7 orang anaknya termasuk Bapak. Mbah kung menyekolahkan semua anaknya, setidaknya hingga tamat SMA. Beliau sangat mengedepankan pendidikan untuk anak-anaknya. Selain sawah, Mbah Kung juga senang berkebun. Beliau menanami beberapa kebunnya dengan pohon jati, saya masih ingat, Mbah kung ernah bilang kepada saya dan Sakti kalau ia sengaja menanam pohon-pohon jati ini khusus buat kami, jadi kalau kami mau bangun rumah, cukup ambil dari kayu jati yang ditanam Mbah Kung saja. Selain itu, Mbah kung juga senang beternak, mulai dari beternak ikan lele, ayam dan bebek. Saya dan Sakti bisa dibilang merupakan cucu yang paling dimanja sama Mbah Kung. Setiap pulang kampung, Mbah selalu memerintahkan untuk memotong ayam, memancing lele atau apa saja lah. Ketika Bapak meninggal pun, selama seminggu lebih, Mbah Kung selalu memanggil nama saya dan Sakti, mungkin beliau mengkhawatirkan keadaan kami. Mbah Kung juga sempat memberikan uang simpanannya sebesar 5 juta rupiah yang ia simpan di lemari bajunya untuk menambah biaya pengobatan Bapak.

Yang lucunya adalah, Mbah Kung tidak bisa berbahasa Indonesia, sedangkan kami sebaliknya, tidak bisa berbahasa jawa, jadilah kami selalu mengobrol dengan menggunakan bahasa masing-masing, tetapi selalu nyambung.

Mbah kung sangat suka roti empuk, salah satu roti kesukaannya adalah lapis legit, ketika Bapak masih ada, setiap pulang kampung Bapak selalu tidak pernah lupa membelikan Mbah Kung roti lapis legit terenak. Belakangan saya dan Sakti setiap pulang kampung pun tidak pernah lupa membawa roti lapis legit kesukaan Mbah Kung. Selain lapis legit, Mbah Kung juga suka jeruk manis yang berwarna kuning (jeruk mandarin), menurut Mbah, bentuk dan warna yang bagus ditambah rasanya yang manis membuat mulutnya selalu segar. Mbah juga sangat senang kalau dibelikan parfum. Dulu, Bapak sering sekali membelikan Mbah Kung parfum Axe, Mbah memakainya setiap mau sholat ke Masjid.

Sebagai petani, yang memang setiap hari ke sawah, hingga di usia lanjut pun, Mbah tetap memaksakan dirinya ke sawah. Padahal sebagian besar sawah disewakan ke orang lain, tapi Mbah Kung selalu ingin bolak-balik ke sawah, hanya sekedar untuk melihat sawahnya saja. Setiap dilarang, Mbah Kung pun tidak pernah mundur. Beberapa kali mbah Kung pernah jatuh di sawah, menyungsep di parit, dan berulang kali diomelin sama anak-anaknya, tetapi besoknya Mbah Kung tanpa kapok tetap pergi ke sawah.

Mbah kung juga sangat senang di foto, setiap kali kami membawa kamera, mbah Kung dengan rela menjadikan dirinya sebagai model. Mungkin gen inilah yang membuat saya dan Sakti juga mnjadi senang kalau difoto. Ya itulah Mbah Kung, masih banyak kenangan yang belum terungkap disini. Saat ini, mbah kung bersama mbah putri dan 3 orang anak lelakinya sudah menghadap Allah. Kami yang masih ada, tetap berkewajiban menjaga silaturahmi, menjaga nama baik keluarga dan meneruskan trah dengan sebaik-baiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar