Sabtu, 26 November 2011

Working Mommy


Tidak seperti Jumat biasanya, Jumat ini sebelum menuju ke kantor, saya diminta Mba’ Lya (seorang psikiater, rekan kerja di PKT dulu yang kini sudah saya anggap seperti kakak sendiri) untuk menjemput Sharman, anak laki-laki pertamanya yang baru berumur 3 bulan di day care Sudirman Park. Mba’ Lya tidak bisa menjemput karena harus menghadiri acara di Bandung. Yap, jadilah misi saya menjemput baby boy yang ganteng di day care, mengantarnya ke apartemen Mba’ Lya untukserah terima kepada eyangnya dan langsung lanjut menuju kampus, kuliah jumat malam.

Pukul 17:30, saya langsung keluar kantor, bersama satu teman saya, kami langsung menuju ke day care “High Reach” di Sudirman Park. Sesampai di day care, saya terkagum-kagum, ada banyak juga baby dan balita yang dititipkan disini, fasilitas lengkap mulai dari kamar tidur, kamar mandi, arena bermain, arena belajar dapur gizi. Komplit. Sepertinya day care menjadi salah satu alternative terbaik, ya daripada dipusingkan oleh si suster atau si mba’ yang bolak-balik keluar, belum lagi yang kualitasnya jauh dari professional. Di day care ini disediakan makanan bergizi, latingan tumbuh kembang, belajar dan ditangani oleh orang-orang professional. Sepulang kantor bisa menjemput dan selebihnya si mommy akan bersama dengan para baby dan balita ini. Walaupun idealnya adalah sang Ibu sendirilah yang seharusnya mengurus semuanya.

Saya memberikan KTP dan siap membawa pulang Sharman, teman saya yang dari awal sudah amazing melihat baby-baby, maka saya beri kesempatan dia untuk take care Sharman sambil saya mengurus absen Sharman dan tas sekolahnya. Awalnya Sharman sangat menyenangkan, anteng, bermain, ketawa. Tapi setelah masuk mobil, dia mulai gelisah, 5 menit berikutnya Sharman mulai menangis. Dan kami pun mulai panic. Belum lagi perjalanan menuju ke apartemen di jumat malam yang macet. Akhirnya saya mengambil Sharman mencari segala cara supaya Sharman diam dan kembali anteng. Rupanya dia haus, beberapa kali mengusel-ngusel payudara saya yang mungkin disangka milik Bundanya. Tidak boleh panic, saya mencoba menenangkan Sharman dengan memeluk dan menyenderkan kepalanya dipundak saya sambil terus berdialog dengan nyaman. Dan 10 menit kemudian, Sharman tidur di pelukan saya. Damai sekali rasanya. Ternyata mas Sharman kecape’an sekolah (sebutan kami untuk day care). Sampai d apartemen Sharman masih tertidur, setelah serah terima dengan Eyangnya, kami pun segera pamit menuju kampus. Sudah telat. Tapi entah kenapa terasa berat sekali meninggalkan Sharman, saya seperti tidak mau kuliah dan memilih tidur menemani Sharman.

Perjuangan sebagai orang tua memang sagat berat. Terutama Ibu. Saya begitu kagum dengan ibu saya dan para working mommy, Mba’ Lya contohnya, dia menyiapkan puluhan botol stock asi untuk Sharman. Kemana-mana selalu membawa botol susu untuk menaruh asi-asi. Sepulang dar RSCM, menjemput Sharman, kembali ke apartemen, mengurus semua kperluan Sharman dan rumah. Belum lagi sebagai ppds, Mba’ Lya harus berkutat dengan tugas-tugas, konsul, jadwal jaga dan pasien-pasiennya. Mas Yudi (suami Mba’ Lya) sedang berjuang di Jerman, melanjutkan studinya disana. Gambaran keluarga modern.

Saya belajar banyak daripara teman kantor yang bisa dibilang mereka super Mommy. Para working mommy ini bangun lebih awal, menyiapkan semua keperluan suami dan anak-anak, membuat sarapan dan memastikan semua keperluan rumah tangga terpenuhi, selanjutnya mereka bersiap-siap menuju kantor, ada tugas-tugas yang menanti mereka. Di sela-sela kesibukan kerja, mereka selalu menelepon anak-anak, suami dan rumah memastikan semuanya berjalan dengan baik. Pulang kantor, mereka langsung menyisingkan atribut kantor, memasak untuk keluarga, menjadi guru untuk para anaknya dan menjadi sahabat untuk suaminya. Ketika anak-anak terlelap, working mommy masih sidak ke seluruh penjuru rumah. Memastikan semuanya baik dan memastikan dirinya untuk terus terlihat cantik. Dan mereka tidur paling terakhir. HEBAT! Salut untuk mereka.

Saya berharap kelak bisa seperti working mommy seperti itu. Bermanfaat bagi banyak orang memang menjadi cita-cita saya. Tetapi, sehebat apapun status, jabatan dan gelar yang dimiliki di luar, bagi saya gelar seorang Ibu dan istri yang sholeh lebih dari segalanya. So. Lets learn to be super woman! Ya, wanita yang kuat, cerdas, berhati tulus dan penuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar