Merah. Mendominasi di setiap sudut klenteng di petak Sembilan, Kota. Merah, salah satu warna favorit saya. Full of energy. Semarak. Bersemangat. Hari ini, saya melihat langsung dan ikut menjadi bagian perayaan Imlek di dalamnya. Saya sampai di klenteng sore hari, sekitar pukul 15:40. Suasana sudah mulai ramai, banyak yang sudah mulai ibadah, banyak yang juga sudah stand bye dengan camera-camera terbaiknya untuk hunting foto dan banyak juga para pengemis memadati di halaman klenteng. Semua berbaur, datang ke klenteng dengan tujuan masing-masing.
Kerudung yang saya gunakan, bukan suatu masalah untuk mereka. Mereka hilir mudik dari satu dewa ke dewa yang lain, sembahyang dengan membawa dupa, berdoa untuk diri serta keluarga mereka. Tidak sedikit pengunjung seperti saya yang juga datang, masuk, hilir mudik, mengamati, mengambil gambar. Dan tidak ada satupun dari mereka yang beribadah, merasa terganggu dengan kedatangan kami. Semua berbaur. Sama halnya dengan asap dari lilin dan dupa yang semakin sore semakin tebal yang membauri semua ruangan ibadah. Absurb.
Unik. Saya pun berterima kasih kepada Gus Dur, presiden RI ke empat, yang terkenal nyentrik, nyeleneh dan demokratis. Sejak beliau menjadi Presiden lah, budaya dan agama berkembang, tak terkecuali untuk masyarakat Tionghoa. Imlek, menjadi lebih membumi dan semarak.
Mmm tidak ingin mengulas lebih jauh, karena mungkin banyak orang-orang cerdas dan berpikiran kritis diluar sana yang dengan permainan katanya dapat mengurai lebih jauh masalah imlek, perayaan, tionghoa dan Gus Dur. Untuk melihat bagaimana suasana senja di China Town, saya mencoba untuk mendokumentasikan di link berikut. http://www.facebook.com/media/set/?set=a.2863226314006.131647.1660194039&type=3
Enjoy!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar